Sedoyosantri.com – Mengajak kembali pada masa lampau, yaitu dimana ketika keadaan Indonesia belum se-kondusif seperti saat ini, pasalnya pada saat itu pendidikan menjadi kebutuhan yang mahal dimata masyarakat kecil.
Melihat kondisi yang cukup memprihatinkan, orang tua zaman dulu hanya mampu memberikan bekal untuk memondokan anaknya, di saung-saung kecil, belajar dengan para kyai, ulama, guru ngaji.
Selepas ngaji selesai, memang ada anak yang masih bertahan di asrama, namun juga ada yang kembali pulang untuk ikut membantu orang tuanya diladang, disawah, kepasar. Sedang yang pulang ini dikategorikan santri kalong.
Hampir rata-rata zaman dahulu orang mondok itu kalong semua, karena belum ditata sedemikian rupa, belum adanya tata tertib, maka zaman dahulu santri jika ingin mengkhatamkan satu kitab ke kitab yang lain atau menghafal Al-Qur’an, pasti lama sekali, karena memang melihat kondisi waktu yang terbagi-bagi, untuk bekerja dan mengaji.
Walaupun lama dalam mengkhatamkan sesuatu, namun cara dan pengamalannya yang diterapkan dalam bermasyarakat, jauh lebih terasa, ada anggapan seperti ini “Sedikit ilmu yang manfaat lebih baik, dari pada yang banyak ilmunya namun tidak bermanfaat”.
Jika dibandingkan dengan keadaan hari ini, jelas berbeda jauh, lalu dasar alasan apa yang bisa membedakan, tentu saja riyadhoh atau tirakat keseharian untuk tetap menjaga hafalan, menjaga sikap atau akhlak, dan senantiasa mengamalkannya di tempat manapun.
Lalu bagaimana tanggapan santri bukan yang mondok saja, Gus Mus menjawab.
“Santri bukan yang mondok saja, yaitu orang yang memiliki akhlak seperti santri maka ia santri”.
Pendapat yang dikemukakan oleh Gus Mus memang perlu untuk kita angan-angan pasalnya, ditengah-tengah masyarakat banyak sekali terjadi penyimpangan akhlak, lebih mengedepankan pengaruh sosial demi meraup keuntungan pribadi.
Namun itu semua tergantung cara pandang manusianya, bukan hanya semata mengedepankan ego pribadi, memang perlunya membangun pondasi kuat yang akan diterapkan dikalangan masyarakat hari ini, dalam beretika dan atitude.